Senin, 21 Desember 2009

Tugas PO

Efek Rumah Kaca / Green House Effect
Disarikan dari http://lasonearth.wordpress.com/makalah/efek-rumah-kaca-green-house-effect/

PENDAHULUAN
Keadaan suhu di bumi sekarang ini semakin hari semakin panas kita rasakan. Suhu pun tidak stabil. Cuaca yang tidak menentu membuat kehidupan di muka bumi ini terancam. Pembangunan gedung-gedung besar dan tinggi serta pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu penyebab makin panasnya suhu bumi – karena tidak seimbangnya kadar karbon dioksida di udara dengan polusi yang ditimbulkan oleh msin-mesin industri, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain.
Sejak revolusi industri tahun 1750, industrialisasi di dunia – khususnya di Eropa terus meningkat. Ini menyebabkan kadar gas yang berbahaya semakin tajam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat orang lupa akan kelestarian lingkungannya, namun seiring dengan itu usaha-usaha perbaikan lingkungan pun juga gencar dilaksanakan.

PEMBAHASAN

A. Pengenalan Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakangan ini diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Ketika radiasi matahari tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke bumi, 10 energi radiasi matahari itu diserap oleh berbagai gas yang ada di atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan bumi, 42% membuat bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023% dimanfaatkan tanaman untuk perfotosintesis.
Malam hari permukaan bumi memantulkan energi dari matahari yang tidak diubah menjadi bentuk energi lain seperti diubah menjadi karbohidrat oleh tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi tidak semua radiasi panas inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh gas-gas yang ada di atmosfer. Gas-gas yang ada di atmosfer menyerap energi panas pantulan dari bumi.
Dalam skala yang lebih kecil – hal yang sama juga terjadi di dalam rumah kaca. Radiasi sinar matahari menembus kaca, lalu masuk ke dalam rumah kaca. Pantulan dari benda dan permukaan di dalam rumah kaca adalah berupa sinar inframerah dan tertahan atap kaca yang mengakibatkan udara di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun udara di luar dingin. Efek memanaskan itulah yang disebut efek rumah kaca atau ”green house effect”. Gas-gas yang berfungsi bagaikan pada rumah kaca disebut gas rumah kaca atau ”green house gases”.

B. Pengaruh Rumah Kaca
Pengaruh rumah kaca terbentuk dari interaksi antara atmosfer yang jumlahnya meningkat dengan radiasi solar. Meskipun sinar matahari terdiri atas bermacam-macam panjang gelombang, kebanyakan radiasi yang mencapai permukaan bumi terletak pada kisaran sinar tampak. Hal ini disebabkan ozon yang terdapat secara normal di atmosfer bagian atas, menyaring sebagian besar sinar ultraviolet. Uap air atmosfer dan gas metana dari pembusukan – mengabsorpsikan sebagian besar inframerah yang dapat dirasakan pada kulit kita sebagai panas. Kira-kira sepertiga dari sinar yang mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke atmosfer.
Sebagian besar sisanya akan diabsorpsikan oleh benda-benda lainnya. Sinar yang diabsorpsikan tersebut akan diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi inframerah dengan gelombang panjang atau panas jika bumi menjadi dingin. Sinar dengan panjang gelombang lebih tinggi tersebut akan diabsorpsikan oleh karbon dioksida atmosfer dan membebaskan panas sehingga suhu atmosfer akan meningkat. Karbon dioksida berfungsi sebagai filter satu arah, tetapi menghambat sinar dengan panjang gelombang lebih untuk melaluinya dari arah yang berlawanan. Aktivitas filter dari karbon dioksida mengakibatkan suhu atmosfer dan bumi akan meningkat. Keadaan inilah yang disebut pengaruh rumah kaca.
Pengaruh karbon dioksida yang dihasilkan dari pencemaran udara berbentuk gas yang salah satunya adalah dari rumah kaca. Karbon dioksida mempunyai sifat menyerap sinar (panas) matahari yaitu sinar inframerah – sehingga temperatur udara menjadi lebih tinggi karenanya. Apabila kadar yang lebih ini merata di seluruh permukaan bumi, temperatur udara rata-rata di seluruh permukaan bumi akan sedikit naik, dan ini dapat mengakibatkan meleburnya es dan salju di kutub dan di puncak-puncak pegunungan, sehingga permukaan air laut naik.

C. Mekanisme Terjadinya
Proses terjadinya efek rumah kaca ini berkaitan dengan daur aliran panas matahari. Kurang lebih 30% radiasi matahari yang mencapai tanah dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap oleh uap, gas karbon dioksida, nitrogen, oksigen, dan gas-gas lain di atmosfer. Sisanya yang 70% diserap oleh tanah, laut, dan awan. Pada malam hari tanah dan badan air itu relatif lebih hangat daripada udara di atasnya. Energi yang terserap diradiasikan kembali ke atmosfer sebagai radiasi inframerah, gelombang panjang atau radiasi energi panas. Sebagian besar radiasi inframerah ini akan tertahan oleh karbon dioksida dan uap air di atmosfer. Hanya sebagian kecil akan lepas ke angkasa luar. Akibat keseluruhannya adalah bahwa permukaan bumi dihangatkan oleh adanya molekul uap air, karbon dioksida, dan semacamnya. Efek penghangatan ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
Sedangkan proses secara singkatnya yaitu ketika sinar radiasi matahari menembus kaca sebagai gelombang pendek sehingga panasnya diserapa oleh bumi dan tanaman yang ada di dalam rumah kaca tersebut. Untuk selanjutnya, panas tersebut di radiasikan kembali namun dengan panjang gelombang yang panjang(panjang geklombang berbanding dengan energi) sehingga sinar radiasi tersebut tidak dapat menembus kaca. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang di luar rumah kaca.

D. Dampak Rumah Kaca
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara Kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorpsinya. Energi yang masuk ke bumi mengalami: 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diabsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Energi yang diabsorpsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.

E. Usaha Mengurangi Efek Rumah Kaca
Banyak hal gampang yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Caranya, kita bisa mematikan lampu dan peralatan elektronik saat tidak digunakan. Selain hemat energi dan uang untuk bayar listrik, juga mengurangi polusi karena penggunaan bahan bakar. Rajin-rajin memanggil tukang servis AC. Carpooling atau berangkat bareng teman atau keluarga ke sekolah, tempat les, atau mal. Selain mengurangi kemacetan, kita juga menghemat energi. Saat mencetak tugas, usahakan memakai dua sisi kertas. Plastik adalah bahan yang sulit untuk diuraikan. Kalau dibakar, plastik akan menjadi zat racun atau polusi. Pemakaian kantong plastik saat belanja harus dikurangi. Seluruh plastik itu hanya menjadi sampah. Coba deh pakai tas karton atau tas kanvas.


PENUTUP

Kesimpulan
1. Efek rumah kaca menyebabkan kenaikan suhu bumi – sehingga mempengaruhi iklim secara global.
2. Namun demikian, efek rumah kaca juga berdampak positif, seperti tetap berlangsungnya kegiatan pertanian pada musim dingin oleh orang-orang Eropa.
3. Efek rumah kaca menimbulkan dampak-dampak negatif lainnya yang menyebabkan kerugian pada manusia dan makhluk hidup lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Efek
http://nagasundani.blogsome.com/2005/05/09/efek-rumah-kaca-buruk-jika/trackback/

Jumat, 04 Desember 2009

Rumpon dari Ban Bekas, Berbahayakah?



Selama ini kita mengenal salah satu alat bantu penangkapan ikan yang oleh masyarakat nelayan dikenal sebagai alat pemikat ikan, yaitu rumpon. Alat ini tersusun dari beberapa komponen, antara lain rakit, atraktor, tali rumpon, dan jangkar. Dengan makin majunya teknologi, rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal rumpon, nelayan menangkap ikan dengan cara mengejar atau menangkap kelompok ikan di laut. Kini, dengan makin berkembangnya rumpon maka pada saat musim penangkapan, lokasi penangkapan menjadi pasti di suatu tempat. Dengan tertentunya tujuan daerah penangkapan maka nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir laut yang luas.

Nelayan di beberapa daerah telah banyak yang menerapkan teknologi rumpon ini. Di Utara Pulau Jawa telah lama mengenal rumpon untuk memikat ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga memudahkan penangkapan. Berbagai alat tangkap digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat tangkap lampara, pukat cincin, dan payang. Sedangkan di Propinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara, para nelayan telah mulai mengenal rumpon, digunakan untuk memikat ikan permukaan (pelagic fish), antara lain: ikan selar, ikan layang, ikan kembung. tuna, dan cakalang agar berkumpul sehingga memudahkan nelayan yang menggunakan alat tangkap huhate dan pancing tangan.

Pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon tahun 2004. Berdasarkan kajian, penggunaan rumpon dapat menghemat penggunaan BBM dan waktu tangkap bagi nelayan, serta meningkatkan hasil tangkapan hingga tiga kali lipat. Berdasarkan data dari Ditjen Perikanan Tangkap, kebutuhan rumpon buatan di seluruh Indonesia mencapai 3 juta unit, sementara realisasi baru sekitar 500 unit. Sebanyak ”17 persen produksi ikan di Indonesia dari pantura dengan 1,7 juta nelayan yang bekerja di sektor perikanan. Namun, akhir-akhir ini kondisi nelayan semakin berat,” tandas Ali Supardan, Dirjen Perikanan Tangkap.

Ban Bekas, berbahaya?

Sejak tahun 2003, berkembang bahan baku pembuatan atraktor rumpon yang memanfaatkan limbah ban bekas untuk mengurangi limbah di darat. Beberapa pemerintah daerah juga telah menerapkan kebijakan pembuatan rumpon dari ban bekas di kawasan perairan mereka yang terumbu karangnya rusak dengan tujuan selain menjadi rumah ikan juga diharapkan menjadi tempat tumbuh organisme karang yang kemudian berkembang menjadi kawasan terumbu karang baru.

Tire Reef. Photo credit: Matthew Hoelscher


Namun seberapa efektif ban bekas efektif menjadi rumah ikan dan menjadi media tumbuh karang?

Kepala Pusat Data dan Informasi D

epartemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Soen’an Hadi Poernomo mengemukakan bahwa ban bekas mengandung senyawa dioksin, yaitu ”2,3,7,8-toxic strong TCDD” yang membahayakan kesehatan makhluk hidup.


Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu menyebutkan, senyawa itu mengandung racun yang berbahaya dan memicu penyebab kanker. Amerika Serikat, lanjtnya, telah menghentikan penggunaan rumpon ban bekas sejak 2005 dan menyiapkan US$ 34 juta untuk mengambil rumpon ban bekas di laut

Menurut Jamaluddin Jompa, Sekretaris Eksekutif COREMAP II yang juga pakar terumbu karang, isu ban bekas sebagai rumpon sendiri marak didiskusikan di coral-list (mailing list international berbasis di USA) di era awal thn 90-an, dan banyak negara yang dikritisi (termasuk Indonesia) karena mengintroduksi bahan ban bekas yang sesungguhnya terbuat dari bahan sintesis bahan bakar minyak. Oleh karena disamping tidak ramah lingkungan juga dapat mengurangi nilai estetika, khususnya jika berada di laut dangkal atau di sekitar terumbu karang. Di era tahun 70-an Australia pun pernah introduksi bahan ban bekas untuk FAD, tapi sejak lama tidak direkomendasikan lagi, jangan sampai, karena "lack of information" kita justru mengulang hal-hal yang telah lama ditinggalkan negara lain, "lanjutnya.

Lebih lanjut, Jamaluddin Jompa mengatakan pernah melakukan survei terhadap 2 artificial reef dari ban bekas di Kep Spermonde, setelah hampir 10 tahun lamanya berada pada kedalaman 10 meter, bentuknya tidak menarik dan sangat kurang karang scleractinian yang recruit pada ban bekas tersebut , justru yang banyak menempel hanya sejenis tunicata dan turf alga yang tidak membentuk reef. Sebagai perbandingan, dengan bahan lain seperti semen, recruitmen biasanya sudah mulai banyak kelihatan hanya dalam kurun waktu 1 tahun.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah meminta Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan penggunaan rumpon (rumah ikan di laut) dari ban bekas yang ditebar sejak 2003. Permintaan itu disampaikan dalam Temu Wicara Presiden dengan Petani di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan Cirebon, Rabu (17/9) siang.

Pro Kontra

Beberapa pihak menyikapi hal tersebut dengan mengemukakan sebaiknya pemerintah tidak tergesa-gesa mengambil keputusan tersebut. Kepala Bidang Penyebaran Teknologi Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Semarang Nur Bambang mengemukakan, indikasi bahaya rumpon ban bekas masih harus dibuktikan dan diuji melalui riset pemerintah. Menurut Nur, penggunaan ban bekas selama ini sudah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat, di antaranya dipakai pada sumur-sumur air masyarakat untuk mengerek ember air. (Kompas Online)

Sementara, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Ali Supardan mengemukakan, pihaknya segera menerbitkan surat edaran tentang larangan penggunaan ban bekas sebagai bahan baku rumpon. Sebagai pengganti rumpon ban bekas, pihaknya sedang mengkaji penggunaan rumpon berbahan baku semen atau plastik. (Kompas Online)

Terhadap kasus sejatinya memang akan menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan. Misalnya apakah benar bahwa ban bekas mengeluarkan senyawa kimia berbahaya? jenis senyawa apakah itu dan berapa mulai dikeluarkan setelah terpapar di media laut? bagaimana dengan ikan yang terpapar senyawa tersebut dan dampak terhadap manusia yang mengkonsumsi ikan? Apakah juga berlaku untuk rumpon permukaan atau hanya untuk rumpon dasar (artificial reef as FAD) ? Dampak potensial pelarangan tersebut terhadap sosial ekonomi perikanan Indonesia? terhadap ekspor? Apakah akan dimasukkan dalam daftar IUU Fishing?

Dalam waktu dekat (setelah Idul Fitri 1429 H), Mitra Bahari akan menggelar diskusi untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul seputar isu ini. Kegiatan ini akan menghadirkan pakar-pakar di bidang kelautan dan perikanan khususnya teknologi penangkapan ikan. Hasil diskusi ini akan tertuang menjadi bahan rekomendasi kebijakan yang merupakan salah satu pilar kegiatan utama program Mitra Bahari. [ns]

* Disarikan dari beberapa sumber media online dan mailing list mitra bahari (Jumat, 26 September 2008 07:00)