Senin, 28 Juni 2010

Manajemen Perikanan Tangkap

Pengantar

Manajemen perikanan merupakan tantangan sekaligus kewajiban mengingat secara alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan dikaruniai potensi sumber daya perikanan yang cukup. Manajemen dimaksud mencakup manajemen komponen biofisik ekosistem dan manajemen kegiatan perikanan.

Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia perlu dikelola yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability management). Tindakan manajemen perikanan tangkap adalah mekanisme untuk mengatur, mengendalikan dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan pada tingkat tertentu yang diinginkan. Salah satu kunci manajemen ini adalah status dan tren aspek sosial ekonomi dan aspek sumber daya. Data dan informasi status dan tren tersebut baik dikumpulkan secara rutin (statistik) maupun tidak rutin (riset) sekaligus digunakan untuk validasi kebijakan dan menjejak kinerja manajemen.
Manajemen dapat berupa jumlah dan ukuran ikan yang ditangkap serta waktu melakukan penangkapan. Beberapa pendekatan yang dilaksanakan antara lain penutupan daerah atau musim penangkapan, pemberlakuan kuota penangkapan, pembatasan jumlah kapal dan alat perikanan tangkap.

Secara umum opsi tindakan manajemen merupakan aturan-aturan yang bersifat teknis, bersifat pengendalian upaya penangkapan, bersifat pengendalian hasil tangkapan, pengendalian ekosistem dan pendekatan manajemen basis hak. Opsi dan kombinasi opsi dari hal tersebut disesuaikan dengan kondisi perikanan dan kepentingan pemangku kepentingan.

Isu Perikanan Tangkap

Pemanfaatan berlebih pada sumber daya yang terbatas, pengoperasian alat tangkap yang merusak, konflik dan sistem regulasi yang tidak memadai merupakan kontributor dalam menunjang kerusakan sumber daya perikanan.

Manajemen perikanan tangkap saat ini tidak cukup hanya dengan mempertimbangkan spesies target atau populasi yang berkelanjutan, namun pemanfaatan sumber daya hayati yang berkelanjutan dapat dicapai jika dampak ekosistem terhadap sumber daya hayati dan dampak perikanan terhadap ekosistem dapat diidentifikasi secara jelas. Dengan kata lain, hal ini disebut sebagai pendekatan ekosistem terhadap manajemen perikanan tangkap (EAF).

Pengendalian perikanan tangkap masih diabaikan sehingga pada daerah dengan tren hasil tangkapan rata atau menurun dibarengi dengan hasil tangkapan per nelayan dan ukuran ikan yang menurun pula. Hal ini mengarah kepada perikanan tangkap berlebih yang selanjutnya sering terjadi konflik diantara pemanfaatan sumber daya.

Tantangan

Salah satu elemen penting dalam manajemen perikanan tangkap adalah data dan informasi yang benar. Kewajiban pengisian log-book dan statistik belum memberikan gambaran yang sesungguhnya.

Manajemen bersama melalui manajemen regional seperti CSBT, IOTC dan WCPFC diperlukan seiring dengan meningkatnya penangkapan di highsea (kawasan luar ZEE).

Kesadaran konsumen mengenai food safety mendorong adanya persyaratan khusus dan sertifikasi terhadap ikan dan produk ikan. Perkembangan lain adalah kecenderungan negara di kawasan tertentu membentuk blok perdagangan regional. Hal ini perlu disikapi oleh pemangku kepentingan dan difasilitasi Pemerintah.

Globalisasi merupakan permasalahan pembangunan perikanan tangkap sejalan dengan tata ekonomi dan politik dunia. Di sisi lain, otonomi dan demokratisasi merupakan permasalahan dalam negeri yang berfokus pada pengembangan perikanan kewilayahan, pemberdayaan masyarakat serta sumber pertumbuhan perekonomian.

Manajemen Perikanan Tangkap

Pengendalian perikanan tangkap dilakukan dengan aturan yang bersifat teknis, bersifat manajemen upaya penangkapan (input control) dan manajemen hasil tangkapan (output control), dan pengendalian ekosistem.

Pengaturan bersifat teknis mencakup pengaturan alat tangkap dan pembatasan daerah maupun musim perikanan tangkap. Pembatasan alat tangkap lebih pada spesifikasi untuk menangkap ikan spesies tertentu atau meloloskan ikan bukan tujuan tangkap (selektivitas alat tangkap) serta efek terhadap ekosistem. Guna melindungi komponen stok ikan diberlakukan pembatasan daerah dan musim perikanan tangkap sekaligus dibentuk fisheries refugia maupun daerah perlindungan laut (MPA) bagi jenis ikan yang kehidupannya relatif menetap.

Manajemen upaya penangkapan umumnya dilakukan dengan pembatasan jumlah dan ukuran kapal (fishing capacity), jumlah waktu penangkapan (vessel usage) atau upaya penangkapan (fishing effort). Pengendalian ini lebih mudah dan lebih murah dari sisi pemantauan dan penegakan aturan dibandingkan pengendalian hasil tangkapan. Namun penentuan jumlah upaya masing-masing unit penangkapan merupakan hambatan dalam memakai aturan pengendalian ini.

Manajemen hasil tangkapan untuk membatasi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan bagi suatu area dalam waktu tertentu (total allowable catches) dan selanjutnya menjadi pembatasan jumlah hasil tangkapan setiap unit penangkapan. Hasil tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan jenis spesies tertentu menjadi kendala dalam perikanan multispesies seperti di Indonesia. Pengendalian upaya penangkapan dan hasil tangkapan disebut sebagai direct conservation measures dan dapat dilaksanakan melalui persyaratan perijinan, pengurangan kapasitas penangkapan dan manajemen hasil tangkapan. Pengendalian ekosistem dilaksanakan dengan modifikasi habitat atau pengendalian populasi.

Era baru sektor perikanan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan adalah diadosinya code of conduct for responsible fisheries (CCRF). Perikanan yang berkelanjutan bukan ditujukan semata hanya pada kelestarian perikanan dan ekonomi namun pada keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi. Disini diperlukan pendekatan manajemen yang inovatif dan alternatif untuk mencapai tujuan tersebut.

Terkait dengan perikanan tangkap, setidaknya terdapat 5 hal penting sebagai implementasi CCRF yakni manajemen perikanan, operasi penangkapan, kegiatan perikanan tangkap yang melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU), pendekatan ekosistem (EAF) dan indikator keberlanjutan. Manajemen perikanan sendiri mempunyai 4 sasaran yang akan dicapai yakni sasaran biologi (kontinuitas produktivitas), ekologi (minimasi dampak terhadap lingkungan), ekonomi (peningkatan pendapatan) dan sosial (peningkatan kesempatan kerja).

Khusus mengenai manajemen perikanan tangkap tergantung pada kemampuan sistem manajemen dalam mengontrol upaya penangkapan secara biologi maupun ekonomi tanpa mengabaikan tanggungjawab terhadap sumber daya, lingkungan, keamanan pangan, awak kapal, kualitas produk serta pengembangan daerah.

Dengan demikian, beberapa hal perlu ditingkatan sesuai dengan kaidah perikanan berkelanjutan sebagai berikut:
• Paradima limited access harus ditingkatkan;
• Implementasi log-book penangkapan harus dibarengi dengan peraturan yang berkaitan dengan kerahasiaan;
• Perbaikan sistem statistik perikanan;
• Meningkatkan kemampuan diplomasi internasional;
• Penyusunan rencana manajemen perikanan diterapkan di setiap upaya manajemen perikanan;
• Partisipasi pemangku kepentingan diperlukan dalam penyusunan rencana manajemen perikanan;
• Meningkatkan efektifitas peradilan perikanan; dan
• Meningkatkan peran sebagai negara pelabuhan (port state) dan negara bendera (flag state).

Penutup

Implementasi manajemen perikanan tangkap harus dibarengi dengan dukungan regulasi, sosialisasi aturan dan aksi manajemen serta MCS. Model manajemen bervariasi menurut wilayah disesuaikan dengan kepentingan pemangku kepentingan mengacu pada tujuan yang disepakati bersama. Tentu saja semua ini perlu kontribusi semua pemangku kepentingan dalam kerangka legal yang jelas.

Sumber : http://www.stp.dkp.go.id/index.php

Juknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan

Juknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan
Banyak teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan ini menjadi korban dari ulah kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti pembuangan limbah rumah tangga maupun industri yang menyebabkan pencemaran. Kegiatan dibidang perikanan seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, racun dan alat-alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan juga merupakan salah satu faktor yang merusak lingkungan perairan. Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan.
Pengelolaan sumberdaya ikan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan sasaran penangkapan ikan yang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri penangkapan ikan di Laut Utara telah melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkap sampingan (by catch) lebih dari seratus tahun yang lalu.
Selain hal tersebut di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu juga dilihat dari penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yaitu dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Kedepan, trend pengembangan teknologi penangkapan ikan ditekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (enviromental friendly fishing tecnology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan, kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah dampak terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan dimaksudkan sebagai acuan dalam penggunaan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari segi metode pengoperasian, bahan dan kontruksi alat, daerah penangkapan dan ketersediaan sumberdaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan. Sedangkan sasaran dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah nelayan perikanan dan semua pihak yang bergerak di bidang perikanan yang tersebar di seluruh perairan Indonesia agar mentaati/mematuhi peraturan yang berlaku dan dalam mengoperasikan alat tangkap dengan tetap menjaga lingkungan dan kelestarian sumberdaya Ikan.
Buku petunjuk teknis penangkapan ikan ramah lingkungan ini berisikan tentang alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yang sesuai dengan kriterianya yaitu : 1) Memiliki selektifitas tinggi; 2) Hasil tangkapan sampingan rendah (by catch); 3) Hasil tangkapan berkualitas tinggi; 4) Tidak destruktif/merusak habitat/lingkungan; 5) Mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversity); 6) Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam punah; 7) Pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan nelayan; dan 8) Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang.

Dikutip dari : http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/01/juknis-penangkapan-ikan-ramah-lingkungan/
(sumber : Keg. Direk. Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan Th. 2005)